Tempo hari saya lagi kejatuhan durian runtuh. Saya mendapat kesempatan untuk terpilih jadi peserta Kelas Menulis Opini Virtual pertama yang diadakan oleh Tempo.
Huaaa, senangnya itu kayak dipuji langsing sama suami sepuluh kali.
Pelatihan dilakukan selama empat hari, dimulai senin tanggal 13 April dan berakhir di tanggal 16. Pelatihan dilakukan online melalui google meet dan semua komunikasi dilakukan via grup whatsapp.
Sedari hari Minggu, saya sudah deg-deg gak jelas, seperti remaja yang punya janji pacaran di hari Senin. Konyol sih, tapi begitulah gambaran betapa saya sangat bersemangat menyambut kelas online kali ini.
Yap, berikut ini gambaran singkat kelas virtual Tempo yang saya jalani selama empat hari.
Senin, 13 April
Di hari pertama, kami diberikan materi seputar teori membuat opini yang dibimbing oleh Agoeng Wijaya, seorang redaktur Tempo di bagian ekonomi.Dalam membuat opini, setidaknya ada tigal hal yang mesti perlu diperhatikan. Pertama, ide yang diusung mengandung nilai yang aktual (kekinian), dekat dengan masyarakat, dan penting.
Kedua, menentukan angle. Buat saya, menentukan angle cukup sulit saat pertama kali dilakukan. Tapi, kata mentor Cak Goeng, angle itu merupakan bagian paling penting dari sebuah opini. Jadi ya mesti banget buat diperhatikan.
Contoh angle.
Isu: merebaknya isu emak emak gak bisa nyalakan reting motor.
Sikap: ingin mengkritik adanya isu tersebut.
Angle: Mengapa isu emak-emak nggak bisa nyalakan reting motor mesti dikaji ulang?
Contoh lainnya.
Isu: Pemerintah yang tidak mampu melakukan komunikasi secara efektif terhadap masyarakat membuat keadaan wabah pandemi Corona menjadi tidak jelas.
Sikap: Mengkritik pemerintah karena tidak bisa melakukan komunikasi dengan efektif.
Angle: Mengapa pemerintah perlu memperbaiki komunikasi di masa penanganan Covid-19"?
Bisa dikatakan, angle adalah sikap kita dalam menghadapi sebuah persoalan. Angle dalam membuat opini mesti banget fokus pada satu sikap dalam menanggapi sebuah permasalahan.
Komponen Opini
LeadKalimat pembuka dalam artikel opini bisa dilakukan dengan berbagai cara: membuat kesimpulan, rekomendasi, perumpamaan, atau dengan kalimat deskripsi yang menggambarkan permasalahan.
Yang terpenting dari lead adalah membuatnya semenarik mungkin agar pembaca jadi tertarik untuk melirik paragraf yang ada di bawahnya. Ibarat manusia, lead adalah penampilan. Semakin rapi dan estetik sebuah lead, semakin banyak pembaca yang akan terpaut dan menyelesaikan proses membaca sampai akhir.
Konteks
Konteks dalam sebuah opini adalah pemaparan problematika dan data.
Argumentasi
Sikap penulis dan solusi yang ditawarkan.
Penutup
Penutup adalah bagian yang sebenarnya nggak terlalu primer. Namun, tulisan-tulisan mas dan mbak redaktur di Mojok.co selalu bisa membuat saya tertawa dan meringis tiap baca kalimat penutup yang mereka sajikan.
Menurut saya, kalimat penutup sama pentingnya seperti lead. Bagian penutup ibarat tendangan terakhir yang menentukan kemenangan pada pertandingan sepak bola. Kalau berhasil diramu dengan baik, pembaca bisa tergaet dan jatuh cinta.
Blog Disway.id juga begitu. Penulisnya selalu bisa bercanda nyelekit di kalimat akhir sehingga memberikan saya efek candu untuk terus membuka blognya tiap pagi.
Akan tetapi, secara teori, kalimat penutup bisa diisi dengan menegaskan kembali argumentasi yang sudah disusun. Bisa juga diisi dengan isyarat akan ada pembahasan lebih lanjut tentang isu yang dibahas.
Menulis kalimat penutup memang lebih susah dilakukan di media resmi. Mungkin satu-satunya yang bisa dilakukan agar punya penutup yang nendang ya mengembangkan kemampuan nyinyir. Kabar gembiranya, kemampuan ini adalah skill alamiah yang pasti dimiliki semua manusia.
Mari kita latihan nyinyir dulu dengan benar.
Masalah: ada teman yang ingin berutang, padahal utang yang kemarin belum dibayar.
Nyinyir eksplisit: Wah, maaf ya mbak. Utang yang kemarin aja belum dibayar.
Nyinyir implisit: Wah, maaf ya mbak. Saya mau aja sih memberi pinjaman, tapi saya nggak ada uang. Ada seorang teman yang punya utang sama saya dan belum bayar sampai sekarang.
Praktek nyinyir di artikel opini yang saya buat:
Pemerintah masih punya waktu untuk memperbaiki kinerja dalam menghadapi wabah ini dan membangun kepercayaan masyarakat. Pemerintah bisa memulainya dengan membangun hubungan yang baik dengan pemerintah daerah dan memutuskan untuk fokus pada penanggulangan masalah kesehatan terlebih dahulu daripada kejar tayang membahas RUU kontroversi di tengah pandemi. (nyinyir versi lemah)
(NB: Teori untuk bab Penutup menurut Tempo saya kasih bold, sisanya merupakan tips secara pribadi dari saya sendiri)
Sesi teori sudah selesai dan dilanjutkan dengan tugas berupa menyusun ide tulisan dan angle.
Selasa-Rabu, 14-15 Februari
Di sesi ini kami semua domentoring satu per satu terkait tugas yang sudah diberikan. Lalu kami diberikan tugas lanjutan yakni membuat tulisan opini full version.Kamis, 16 Februari
Sesi evaluasi.Situasi kelas saat Cak Goeng sedang mengevaluasi tugas peserta. |
Opini masing-masing peserta mendapatkan penilaian dari mentor. Salah satu evaluasi yang penting menurut saya adalah:
1. Dalam menuliskan opini, semua sikap dan kalimat harus berpijak pada data. Tidak membuat kalimat asumsi yang generalis, seperti “Semua dari kita pastinya terkejut dan tidak menyadari bahwasannya corona akan berdampak pada keterpurukan ekonomi.”
2. Menggunakan kaidah penulisan yang benar, seperti kalimat efektif, baku, dan taat pada SPOK.
3. Dalam menuliskan opini, kita memang boleh menyatir pendapat orang lain, tapi hanya sebagai pendukung, bukannya malah menutupi opini sendiri.
Selesai.
Kalimat perpisahan dari Cak Goeng cukup puitis dan manis. Beliau menyampaikan bahwasannya menulis itu seperti sepeda.
Awal menulis, kita akan terseok-seok dan jatuh saat berusaha menyeimbangkan tubuh di atas sepeda. Namun, seiring berjalannya waktu, lama-lama kita akan terbiasa.
Teruslah menulis dengan merdeka. Teruslah menulis tanpa takut salah. Kelas ini hanyalah sejumput ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana sebuah tulisan bisa sampai di meja redaksi.
Review Kelas Virtual Tempo
Menurut bang Irul, fasilitatornya, kami berdua belas ini merupakan orang beruntung yang terpilih dari 800an orang yang mendaftar. Saat melihat postingan kelas gratis ini, saya memang langsung mendaftar dan membuat outline tanpa berharap bisa terpilih. Saya tahu diri lah, pasti yang daftar banyak yang lebih keren proposal outline artikelnya.Tapi, akhirnya saya mendapatkannya. Kesempatan seperti ini memang rasanya menyenangkan sekali. Bukan hanya karena gratisnya, namun juga karena bisa bertemu dengan orang-orang seperti peserta lain di kelas virtual Tempo, Bang Irul yang baik hati, dan Cak Goeng yang gaul banget.
Semoga kelas virtualnya bisa diperbanyak jumlahnya. Pun juga diperbanyak diskonnya. Weheheh. Terima kasih Tempo Institute. Sekian, saya mau cuci piring dulu.
0 Comments
Post a Comment