Saya baru saja merampungkan sebuah buku yang endingnya sebenarnya cukup sopan. Bukan ending yang brutal, kejam, apalagi menggantung dan meninggalkan tokohnya jadi menjomblo karena kalah saing sama first lead kayak Han Ji Pyeong. Namun, buku ini tetap membuat saya termenung dalam pemikiran panjang yang membuat tidak bisa tidur.
Alkisah, di Amerika terjadi krisi air parah. Aliran sungai bahkan sampai disekat agar tidak terbagi sehingga terjadi kekeringan mendadak yang membuat penduduk di California jadi belingsatan.
First of all, semua masyarakat jadi panic buying kan ya. Semua orang langsung menuju minimarket untuk memborong susu bear brand air kemasan yang masih tersedia. Si tokoh utama juga melakukan hal yang sama, tetapi tentu saja gagal karena ia tokoh utama. Bagaimanapun juga tokoh utama pasti akan selalu mendapatkan kesialan bertubi-tubi sampai penulisnya puas.
Setelah itu, si tokoh utama melakukan petualangan menuju tempat evakuasi yang ternyata di sana tidak ada air. Setelah banting setir ke tempat lain, ternyata gagal maning, gagal maning, dan gagal maning. Di detik-detik ceritanya tamat, saya sudah mempersiapkan diri kalau saja semua tokoh utamanya akan mati karena dehidrasi. Tapi ternyata tidak. Kan kzl!
Kalau kalian penasaran sama cerita detailnya, bisa baca buku Dry karya Neal dan Jarrod Shusterman (baca review buku Dry). Perasaan kesal sampai membuat gak bisa tidur seperti ini ternyata ada namanya. Entah siapa yang ngebuat istilah ini, mungkin para elite global. Namanya Post Series Depression atau PSD atau galau gak jelas.
Menurut definisinya sih, PSD ini semacam perasaan sedih setelah menyelesaikan serial buku ataupun film. Jadi, jangan heran lah ya kalau ada mak-emak yang mungkin mencuci piring dengan kebrutalan tinggi setelah nonton sinetron. Mungkin dia sedang PSD. Mungkin sinetronnya jahat karena sudah menganiaya tokoh utama berepisode-episode.
PSD memang kadang membuat saya melamun saat sedang mengendarai motor sehingga pengen belok kiri malah pencet sein kanan. Mau buat teh pakai gula malah pakai garam. Mau buka app zoom untuk sekolah daring anak malah kebuka app Viu. PSD memang cukup berbahaya, gengs.
Kegalauan begini butuh dibicarakan, gaes. Lawan bicaranya bisa kok dipilih, bisa anak, bisa suami, atau media sosial. Kalau anak dan suami tidak terkondisikan dan menolak terang-terangan mendengar keluh kisah kita, media sosial bisa jadi alternatif yang oke.
Opsi untuk membuat thread panjang di Twitter nampaknya bisa dilakukan, bahkan bisa jadi prospek yang bagus. Siapa tahu kan ada penerbitan yang naksir sama curhatan kegalauan gak jelas kita. Yah, walaupun probabilitas untuk itu sangatlah kecil. Sekecil kemungkinan Ikatan Cinta akan tamat bulan ini. Sekecil kemungkinan bisa sekolah offline lagi bulan depan. Sekecil kemungkinan kamu bisa balikan sama dia yang udah ga balas chat.
Kalau ogah main di Twitter karena banyak buzzernya, Instagram bisa kok dipakai jadi alternatif. Yaaah, meski harus tahan-tahan perasaan untuk gak dengki dan iri hati sama foto orang lain. Pada akhirnya Facebook sajalah yang jadi pilihan yang bagus. Tapi, mesti tahan-tahan jempol untuk gak berkata jahat tentang jokes palsu tentang air yang bisa surut kalau ikutan komen di postingan itu.
Kalau tips di atas belum cukup untuk menghilangkan PSD, bisa pakai tips yang serupa untuk move on dari mantan: mencari yang baru. Yah, sebelum melakukan tips terakhir sebaiknya sadari dulu adanya peluang dan kemungkinan mengalami PSD lagi dengan alasan yang baru.
Baca juga: Dear World, Catatan Gadis Kecil Korban Perang Suriah
0 Comments
Post a Comment