Belakangan ini saya lagi menikmati banget Twitwar alias perdebatan panjang yang ada di Twitter seputar pejabat yang gemar flexing alias pamer harta. Mulai dari gaya hedon anak istri yang merayakan ulang tahun di luar negeri, gaya fashion highclass, sampai soal foto di depan helikopter dan pemakaian jet pribadi.
Terlepas dari benar atau tidaknya asal muasal harta yang dipakai untuk membiayai kehidupan mewah serta kebutuhan pamernya, nampaknya emang pamer itu sudah jadi kebutuhan tersendiri umat manusia.
Lihat saja media sosial yang super ramai dengan postingan pamer: jalan-jalan ke luar negeri, targetan karir yang warbiasa, foto anak yang lucu, sampai soal buku yang udah kelar dibaca. Saya termasuk bagian umat manusia yang terakhir, pamer postingan buku.
Kalau emang pamer terasa seperti kata yang keras, maka bisa kok diganti pakai kata “sharing”. Meskipun istilah sharing jelas susah diterima untuk kegiatan postingan merayakan ulang tahun di luar negeri. Tapi, ya, isi hati orang lain bukan urusan kita, kita urus urusan hati masing-masing saja.
Kalau untuk saya sih, pamer atau sharing postingan buku di media sosial tujuannya untuk branding diri aja. Bahwa emang saya punya concern tersendiri sama dunia perbukuan, literasi, dan novel-novelan. Semoga dengan branding ini saya bisa mencapai tangga-tangga titian untuk jadi penulis. Semoga. Amin.
Selain itu, saya emang merasa nggak punya kehidupan yang menarik untuk dipertontonkan. Hidup lurus, kerja juga lurus-lurus aja, anak biasa, dan kehidupan rumah tangga biasa. Saya juga gak punya tas Chanel untuk difoto, gak ada motor Harley untuk belanja ke pasar, dan gak punya sepupu Nicholas Saputra yang bisa dipamerkan di akun Instagram. Saya merasa hanya buku yang jadi poin menarik untuk ‘dipamerkan’ di media sosial.
Boleh Gak sih Pamer?
Kalau menurut saya pribadi, pamer boleh banget untuk dilakukan. Pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan untuk diakui eksistensinya, makanya sebagian orang melakukan hal ini dengan pamer kehidupan yang bahagia. It’s ok.
Kita bisa lihat sebagian artis melakukan hal yang sama, misalnya Nicholas Saputra yang punya hobi posting foto pemandangan di akun medsosnya, bukannya flexing wajah cutenya. Mungkin… mungkin ia pengen dikenal sebagai artis yang hobi travelling.
Gong Yoo pun melakukan hal yang sama, ia gak punya medsos sampai akhirnya sekarang punya dan isinya adalah foto dirinya yang sering ngeblur. Entah apa tujuannya. Terserah dia saja, yang penting oppa Gong Yoo di Goblin tetap mantap jiwa.
Kalau untuk kalangan teman-teman saya sendiri ada yang sering posting tentang kegiatannya melukis dengan membuat pewarna dari bahan alami, ada yang posting foto masakan, posting kegiatan zero waste dan pembuatan pupuk dari sampah dapur, sampai posting foto tentang buku terbarunya yang sudah diterbitkan di penerbit mayor. Nah, ini dia yang saya maksud dari kita bisa memilih mau ‘pamer’ di bidang apa.
Pamer yang Aman di Media Sosial
Pamer itu sendiri punya risiko. Kalau gak percaya lihat aja kasus pejabat belakangan ini yang kena pecat gara-gara media sosial. Risiko posting yang terlalu terbuka terkait data pribadi juga perlu diwaspadai karena sudah banyak kasus yang terjadi seperti pembajakan data dan yang lainnya.
Makanya, perlu bangat lah menanamkan ke diri sendiri bahwa media sosial adalah sebuah pasar yang bebas. Kita perlu banget membuat pagar dan menanamkan pembatas terkait kegiatan dan postingan yang akan dibuat di media sosial. Salah satu hal yang jelas adalah dengan tidak memposting data anak atau keluarga di medsos, atau yang paling parah posting foto sambil bawa KTP. Nah, ini sih namanya bunuh diri.
Selain perlunya tetap menyembunyikan data pribadi, ada baiknya untuk membatasi diri untuk tidak memposting semua kegiatan. Kalau untuk saya sih alasannya sederhana: nggak nyaman aja. Cukup pilih satu kegiatan yang jadi titik fokus untuk diposting di medsos, misalnya kerjaan atau hobi tertentu. Tidak perlu lah posting buku rekening yang isinya 1 M itu, nanti malah jadi menimbulkan hasrat follower dan teman medsos untuk ngutang, wkwk.
Pada akhirnya, keputusan tetap ada pada pemilik akun media sosial mau posting apa saja. Ingat saja untuk hati-hati dan buat pagar untuk keamanan diri.
0 Comments
Post a Comment