Aku baca buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya lewat aplikasi Ipusnas yang antrian pembacanya menyentuh angka ribuan. Beh, jangan ditanya seberapa sering aku buka app ini cuman untuk lihat apakah sudah ada bukunya Keigo Higashino yang sudah kembali ke rak untuk bisa dipinjam (yah, gak sering-sering banget sih sebenarnya, hehehe).
Suatu sore yang cerah di taman anak-anak, akhirnya aku berhasil meminjam salah satu bukunya Keigo yang berjudul Toko Kelontong Namiya. Mungkin, bisa dibilang Keajaiban Toko Kelontong Namiya adalah salah satu bukunya sensei Keigo Higashino yang gak menegangkan, karena gak ada yang mati di sini. Kalau emang harus didefinisikan genrenya lebih ke slice of life bukan thriller apalagi misteri. Tapi, bukan berarti kisah bukunya jadi gak menarik. Yap, inilah reviewnya.
Kisah Singkat Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Buku ini terdiri dari beberapa peristiwa, mungkin sekitar 5 kisah yang kelihatannya seperti terpisah sama sekali, padahal ya tentu saja tidak. Bab awal menceritakan tentang kelompok pencuri yang sedang apes, mobil yang tadinya adalah barang curian malah mogok dan berhenti dekat toko kelontong tua yang sudah kosong.
Kelompotan yang terdiri dari tiga pria dewasa ini menemukan sebuah surat di kotak susu toko kelontong tersebut, sebuah surat konsultasi yang menanyakan tentang pilihan untuk merawat pacar yang sakit kanker atau harus fokus berlatih untuk kejuaraan olahraga olimpiade. Namun yang aneh adalah detail surat yang menceritakan tentang beberapa lagu dan hobi yang tenar di masa lalu, sekitar tahun 80-an. Sehingga kelompok pencuri ini akhirnya menyadari bahwa surat ini berasal dari masa lalu.
Kisah ini sederhana, konsepnya adalah tentang seorang tua bernama Namiya yang mengisi waktu tuanya dengan melayani konsultasi pertanyaan lewat surat serambi jaga toko. Namun, di sini Keigo sensei menuliskan banyak nasihat dan kebijaksanaan lewat tokoh Namiya itu sendiri.
Namiya sendiri diceritakan bukan sebagai sosok sempurna yang tak punya salah. Justru ia juga punya penyesalan di masa muda di mana setelah ia menyadari kesalahannya ia menuliskan surat permohonan maaf pada orang tersebut. Fuah, jadi pengen nulis surat juga untuk Namiya-san. Kisah Namiya muda juga dapat porsi bab tersendiri yang seru untuk disimak.
Rasanya Membaca Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Dari beberapa kisah yang ada, salah satu favoritku adalah tentang anak orang kaya penggemar The Beatles yang jatuh miskin. Keadaan keluarga mereka mendadak jadi semrawut karena guncangan ekonomi yang terjadi di Jepang. Sang anak yang biasa foya-foya terpaksa menjual album The Beatle kesukaanya sebelum keluarga mereka memutuskan untuk kabur dari kompleks itu tengah malam.
DI momen yang genting itu, ayah dan tokoh anak bertengkar soal uang album tersebut. Sang ayah merasa bahwa uang itu terlalu kecil untuk album yang sangat lengkap dan akhirnya memutuskan untuk tidak memberi anak uang jajan karena merasa dia kan sudah punya uang dari penjualan album. Sang anak merasa ia sudah tidak bisa lagi menggantungkan nasibnya pada orangtua tidak bertanggung jawab karena sikap sang ayah terhadap uang penjualan album koleksinya yang membuat anak sakit hati. Ending kisah ini bisa dinikmati sendiri lah ya di novelnya, gak akan aku ceritakan secara utuh di sini. Pokoknya nyesek lah.
Huff, di sini saya secara pribadi jadi sedih. Kadang, sikap orangtua yang salah pada suasana yang berat akan membuat anak jadi berbelok dan pindah ‘kapal’. Tentu saja, keputusan anak untuk pindah ‘kapal’ dari orangtuanya akan jadi sebuah peristiwa yang sangat menyakitkan.
Kadang, pada kehidupan yang serba tidak menentu ini, anak jadi semacam motivasi untuk tetap bersikap waras, tetap bersemangat untuk bekerja. Ketika anak sudah gak ada, tidak ada lagi alasan untuk bersikap yang benar, termasuk tidak ada lagi alasan untuk bertahan hidup. Hiks. Ujung-ujungnya, pihak yang merasa paling akan menyesal ketika bersikap yang salah di momen yang berat adalah orangtua itu sendiri. Pengen nanges.
Aku pernah baca komentar orang bahwa Keajaiban Toko Kelontong Namiya katanya cukup membosankan. Aku bisa bilang bahwa yah, memang bab awalnya cenderung lambat. Tapi, begitu sudah tenggelam, rasanya kita akan langsung terseret arus sampai halaman akhir. Tapi emang di sini, gak ada yang mati seperti novelnya Keigo Higashino yang lain. Yah, begitulah.
Keajaiban Toko Kelontong Namiya, Keigo Higashino, Gramedia, 400 hlm, 2021
Baca juga: Review Imprisonment, Probelamtika Working Mom yang Menghilangkan Nyawa
2 Comments
"gak ada yang mati seperti novelnya Keigo Higashino yang lain"! hahaha. Sama kayak mbak Rian, itu juga yang membuatku memilih buku ini jadi yang pertama kubaca, dan satu2nya yang akhirnya kubeli. Dan ga kecewa. Keren 👍
ReplyDeleteiya mbak, Keigo rasanya cocok menjajal novel genre begini aja, kisanya Namiya emang terlalu lembut dan manusiawi, hahaha
DeletePost a Comment