Aku baru saja menghabiskan sebuah buku tentang bunuh diri berjudul Midnight Library. Buku ini memang mengangkat tema tentang tokoh utama yang menyesali kehidupannya. Rasanya semua hal terasa salah, semua keputusannya berujung dengan kegagalan. Pokoknya ia merasa hidupnya adalah sebuah kesalahan, semuanya terasa sangat lelah, makanya ia menginginkan kematian.
Kisah Nora Seed di Midnight Library
Nora Seed merasa bahwa hidupnya benar-benar terpuruk. Kemalangan datang bertubi-tubi diawali dengan dirinya yang memutuskan untuk berhenti menjadi atlet renang saat masih sekolah. Di sini, ia yang enggan untuk mengikuti pelatihan olimpiade renang karena merasa tidak akan siap secara mental. Keputusan itu nampaknya membuat sang ayah menjadi sakit sakitan dan akhirnya meninggal. Penyesalan nomor 1.
Penyesalan selanjutnya ada dari keputusannya untuk keluar dari band The Labyrinth, band bersama sang kakak dan temannya. Keputusan ini sangat dipengaruhi oleh kekasihnya sendiri, di mana mereka memiliki mimpi lain setelah menikah. Akhirnya setelah melepas band demi pernikahan, rencana pernikahan pun kandas karena perbedaan pendapat tentang anak. Fuah, sampai sini aja aku ikut menghela napas. Hidup emang kadang bercandanya sering gak asik.
Karenanya, Nora Seed dewasa, seorang lulusan sarjana filsafat menjadi staf toko alat musik dan guru privat keyboard di kampung halamannya. Kakaknya menjauhinya karena masalah band, dan ibunya pun kini sudah meninggal. Ketika ingin mengajar musik, orangtua murid tersebut pun memutuskan kontrak mengajar.
Nora Seed berjalan pulang dengan gontai. Ia membuat keputusan bulat bahwa ia akan mati tepat tengah malam. Setelah menenggak obat bukannya mati, kini Nora malah masuk ke dalam sebuah perpustakaan yang di mana pustakawan favoritnya ketika sekolah muncul sebagai pembimbing.
Dengan penyesalan yang segunung banyaknya, kini Nora memiliki kesempatan untuk memilih kehidupan yang dulu ditinggalkannya. Ia memiliki buku pertama penyesalannya yakni tentang pernikahannya yang batal.
Kehidupan Pernikahan Nora Seed di Midnight Library
Spoiler alert ya, mulai dari sini, aku akan membocorkan satu kehidupan yang Nora pilih dari masa lalunya, yakni pernikahan dengan pacarnya. Setelah memilih pernikahan, Nora menemukan bahwa dirinya ternyata kini sudah memiliki pub di sebuah desa.
Sang suami sedang mengadakan event dan nampaknya kehidupan berjalan dengan baik. Sang suami menulis sesuatu tentang kuis untuk event di pub besok. Si suami nampak lelah dan tak senang. Padahal, kini mereka sedang berada di dalam mimpi yang diidam-idamkan mereka berdua ketika menyusun pernikahan dahulu: berdua mendirikan pub di desa.
Sambil menenggak minuman keras, sang suami terus-menerus mengeluh. Nora mengulik kehidupannya dengan bertanya-tanya sampai akhirnya ia mengetahui bahwa suaminya pernah berselingkuh dan tampaknya memiliki kecenderungan alkoholik. Sambil mengeluh dalam hati Nora menggumam, “Ternyata kau akan terus kecanduan alkohol baik dekat denganku atau tidak.”
Ending Kisah Midnight Library
Ada begitu banyak kehidupan lain yang Nora pilih dalam perpustakaan tengah malam. Dalam kehidupan-kehidupan tersebut, tidak ada satupun yang membuat Nora puas. Ketika memilih a, b sekarat. Ketika memilih b, c yang kecewa. Semuanya terasa begitu salah, sampai akhirnya keluar satu quotes yang bahkan aku ingat sampai sekarang: Dalam kehidupan manapun, kita akan selalu merasa kecewa dan mengecewakan orang lain.
Ah, pada intinya tidak ada jenis kehidupan yang sempurna. Sebagai manusia, kita akan selalu merasa kecewa dan tentu saja mengecewakan orang lain apapun keputusan yang dibuat. Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Seperti quotes yang temukan pagi ini di TikTok: Jangan benci diri sendiri, biarkan itu menjadi tugas orang lain. Hahaha, kok lucu ya, aku suka quotes begini.
Novel Midnight Library oke sih, meski ada di beberapa poin terasa membosankan (buat aku). Tapi, buku ini oke banget sebagai edukasi. Aku baca buku ini tepat banget ketika mood lagi berantakan dan berasa pengen jadi upil atau batu kerikil. Setelah baca buku ini aku paham bahwa jenis kehidupan manapun yang aku pilih, akan selalu ada momen di mana aku ingin jadi upil atau batu kerikil. So, pilih yang paling tidak menyakitkan saja.
Midnight Library, Matt Haig, Gramedia, 2024, 368 hlm.
Baca juga: Review Pasta Kacang Merah, Buku Hangat nan Manis
0 Comments
Post a Comment