Aku mungkin orang yang cocok untuk menulis tema artikel menulis sebagai healing dan terapi. Sebagai perempuan yang memang punya karakter overthinking, menulis menjadi cara untuk aku menenangkan diri, merapikan pikiran, dan menjaga kewarasan. Dengan menulis, aku memahami apa yang bisa dikendalikan dan tidak, sehingga bisa memaksimalkan apa yang bisa diusahakan dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak merisaukan sisanya. Berikut ini manfaat menulis untuk healing diri sendiri.
Menulis Merapikan Pikiran
Ketika masalah hidup lagi datang berombongan, biasanya aku menyumpah serapah di tulisan. Yah, daripada sumpah serapah di depan orang yang bersangkutan, yang sudah tentu saja kan menambah kerumitan hidup, semuanya aku tumpahkan di dalam tulisan baik di buku atau mengetik di laptop.
Dengan menuliskan uneg-uneg dalam hati, emosi biasanya turun sehingga akal sehat bisa kembali datang bersemayam. Ketika logika sudah kembali jalan, aku biasanya mulai menyusun daftar prioritas sehingga bisa melihat dengan lebih jelas titik permasalahan yang ada. Setelah itu, susun solusi sederhana yang bisa dilakukan sesegera mungkin dan begitulah.
Sekalipun terjadi masalah yang solusinya gak bisa kita ciptakan sendiri, ya gak masalah. Menulislah untuk diri sendiri agar senantiasa kuat bertahan melaluinya. Sesuai kata Pandji Pragiwaksono, “Ada masalah yang emang ga butuh solusi, cuman butuh kita bertahan aja”.
Menulis Memahami Dikotomi Kendali
Aku pertama kali mendengar dikotomi kendali dari buku Filosofi Teras dan setuju 1000 persen dengan konsep ini. Sederhananya, dikotomi kendali adalah sebuah pemahaman bahwa ada hal-hal di dunia ini yang bisa dikendalikan dan ada yang tidak bisa. Kebanyakan, kita sering berpikir begitu keras untuk mengkhawatirkan hal yang tidak bisa dikendalikan yang tentu saja itu sia-sia dan melelahkan.
Makanya, penting bagi kita untuk memahami dikotomi kendali ini dan melakukan hal yang bisa dilakukan saja ketimbang merisaukan perihal sesuatu yang ada di luar genggaman tangan.
Menulis Menjaga Kewarasan
Menulis buat aku adalah wadah merenung, berkontemplasi, merencanakan dan bermimpi. Yah, meski sekarang aku sudah gak punya jadwal yang pasti untuk menulis, tapi selalu aku usahakan untuk membuat satu artikel tiap bulannya sekadar untuk bersyukur, berterimakasih, dan memaki-maki, hahaha.
Sebenarnya, aku ingin memiliki hobi lain selain menulis dan membaca. Belakangan ini, aku lagi mendalami rutinitas jalan pagi. Tapi rasanya, kegiatan ini gak begitu tepat untuk disebut sebagai hobi, lebih seperti kebutuhan sih. Dengan berjalan pagi, ide untuk menulis biasanya akan muncul tiba-tiba, rasa kesal berkurang, dan cuaca mendung dalam pikiran berubah kembali menjadi cerah.
Baca juga: Antara Passion dan Realita, Bisakah Menulis Menjadi Sumber Penghasil Pertama?
0 Comments
Post a Comment